Sunday, April 5, 2015

Wonderful Baduy (Part 5)



Baduy Luar
March 28,  2015

Ini kunjunganku yang ketiga ke Desa Kanekes. Orang lebih mengenalnya dengan sebutan Baduy. Kali ini aku hanya berdua dengan teman sekaligus tetanggaku, sebut saja Om Les. Beliau pemerhati kebudayaan nusantara, dan memiliki interest yang kuat terhadap sejarah kebudayaan nusantara. Oleh karena itu beliau begitu bersemangat ketika aku mengajaknya berkunjung ke kampung Baduy. Kali ini kami tidak merencanakan masuk sampai ke Baduy Dalam, karena saat ini warga Baduy sedang melaksanakan ritual Kawalu selama 3 bulan. Selama Kawalu, pengunjung dilarang memasuki wilayah Baduy Dalam. Kami datang sesungguhnya atas undangan kawan Baduy ku, Herman, seorang Baduy asli yang kini tinggal di Baduy Luar. Musim durian, itulah alasan Herman mengundang kami untuk datang ke kampung Baduy. Meskipun aku bukan tergolong maniac durian, tapi aku tetap mengiyakan undangan kali ini, karena kebetulan memang sudah cukup lama aku tidak berkunjung ke Baduy.

suasana pemukiman Baduy yang tenang
Berada ditengah-tengah masyarakat Baduy, selalu ada kesan dan pelajaran baru yang kami dapatkan.  Culturenya, wisdomnya, sejarahnya, kesantunan manusianya, pesona alamnya dan segalanya seputar Baduy. Senang rasanya bisa berbagi pengetahuan tentang Baduy melalui tulisan yang ringan ini.

Turun dari kereta ekonomi di stasiun Rangkas Bitung, kami langsung mencari angkutan umum  yang menuju Ciboleger,  terminal terakhir dibatas luar kawasan Baduy. Beruntung ada satu minibus elf yang sedang menunggu rombongan, yang terdiri dari 5 orang menuju ke Ciboleger. Jadi aku ikut rombongan ini, menuju ke lokasi yang sama. Kami tiba di Ciboleger tengah hari setelah menempuh 1,5 jam perjalanan, melintasi jalan yang sudah mulai banyak rusak dan berlubang. Sedih melihat kenyataan ini, bagaimana mungkin Baduy sebagai kawasan wisata andalan tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai…. Semoga pemerintah setempat cepat mengatasi keadaan ini.
Wonderful baduy
Melangkah menginjakkan kaki diatas susunan batu kali, yang tertata rapi menuju pemukiman Baduy, mengingatkan pengalaman pertamaku dulu ketika menyusuri jalanan ini dengan penuh takjub. Suasana tenang dan bersahaja sekali lagi menghiasi pikiranku, ini adalah refreshing yang luar biasa.

Teras rumah Baduy Luar,sekaligus berfungsi sebagai lapak
Kami singgah di sebuah rumah Baduy, dekat dengan rumah Herman. Teras rumah ini seolah beralih fungsi menjadi lapak, dipenuhi bermacam dagangan ada makanan ringan, juga produk kerajinan Baduy. Ada juga gula aren dan madu asli Baduy. Tetapi perhatianku lebih tertuju pada botol yang berisi madu berwarna hitam, Dani… sang pemilik warung menjelaskan, ini adalah madu murni yang dicampur dengan ramuan alam, dan memiliki khasiat tambahan untuk meningkatkan stamina dan ketahanan tubuh. Bagus untuk wanita sehabis melahirkan, wow… Aku baru tahu, aku akan membelinya dan membawanya pulang nanti. Satu lagi pemandangan yang baru aku jumpai kali ini adalah tumpukan durian, yang banyak dijumpai disini karena memang lagi musim durian. Yang manarik dari durian Baduy adalah aromanya tidak merebak kuat, atau menyengat seperti durian Sumatra misalnya. Durian Baduy manisnya lembut, dagingnya halus, dan ternyata tidak membuat kepala pusing meskipun mengkonsumsi agak banyak. Yang terakhir ini mungkin karena sugesti.
 
Selangkar
Bersama Dani, kami ngobrol dan diskusi ringan. Dani sangat sabar dan santun meladeni kami. Sambil menikmati kopi hitam kami mendengarkan penjelasan Dani yang masih muda ini tentang senjata khas Baduy. Lalu Dani mengeluarkan Selangkar, bentuknya seperti golok, berpamor dan konon beracun mungkin seperti keris di jawa. Selangkar ukurannya lebih kecil dari golok dan memiliki fungsi yang berbeda.

Dani juga menjelaskan, bahwa saat ini masyarakat Baduy sedang menjalankan ritual Kawalu. Yaitu ritual puasa selama 3 bulan, sekitar February, march dan april. Tetapi tidak berpuasa selama 3 bulan penuh, melainkan setiap bulan puasanya 1 hari saja, dan selama kawalu dilarang memakan telur.

Legenda Kawalu
Ada legenda yang menyelimuti ritual Kawalu ini. Konon dahulu kala, sesungguhnya yang dapat perintah puasa selama 3 bulan itu adalah nabi Muhammad, namun ummat nya tidak akan mampu dan bisa menyebabkan banyak yang sakit atau meninggal karenanya. Orang baduy menukar perintah puasa tersebut, ummat Muhammad menjalankan 1 bulan puasa dan Baduy 3 bulan puasa… Barangkali kita akan heran, lalu kenapa berpuasanya hanya 1 hari saja tiap tiap bulannya, dan tidak 3 bulan penuh ?. Saya coba menganalisa sendiri, jika dilihat dari makna puasa, yang salah satunya adalah dimaksudkan untuk mengendalikan hawa nafsu, maka sejatinya orang-orang baduy sepanjang hidupnya selalu mengendalikan hawa nafsu. Hidup masyarakat Baduy tidak dikendalikan oleh keinginan keinginan (nafsu), melainkan sebatas memenuhi kebutuhan, jadi logikanya tidaklah diperlukan perintah puasa untuk melatih mengendalikan hawa nafsu seperti orang kebanyakan…. Masyarakat baduy hidup sangat bersahaja, dikemurnian alam, hidupnya sungguh murni. Alam telah menyediakan kebutuhan masyarakat Baduy… ya… Kebutuhan, bukan keinginan. Keinginan bisa kita baca sebagai syahwat atau nafsu… Jika diturutkan tak akan ada habisnya. Inilah salah satu kehebatan tata kehidupan masyarakat baduy, yang bagiku sangat mengagumkan.

Masih banyak lagi kisah tentang kearifan baduy dan sejarahnya yang masih tersimpan. Sebagian tidak bisa diceritakan ke masyarakat umum, mungkin khawatir hal ini menimbulkan kegaduhan diantara kita. Mungkin karena kita tidak akan pernah benar-benar memahami ritual , adat, yang agung yang mereka miliki dan jalani dari generasi ke generasi.

Oh iya, selama Kawalu orang luar dilarang masuk, dan kami memang sedari awal berencana menginap di Baduy Luar. Tetapi aku sempet bertemu dan berbincang dengan beberapa rombongan kecil, yang rencananya mau menginap di Baduy Dalam. Teman-teman Baduy menyampaikan, yah… kalau hanya satu dua orang boleh sih, masih ditolerir. Saya pikir ini semata karena keluhuran budi masyarakat Baduy. Rasanya gak mungkin juga mereka disuruh kembali begitu tiba dipemukiman Baduy Dalam. Saya tidak pernah membayangkan pribadi pribadi yang lembut dan baik itu mengusir kita, semestinya kitalah yang menghormati ketentuan adat setempat.
panen durian Baduy
Sore itu kami sempatkan jalan menuju dusun Gazebo. Sepanjang perjalanan berkali-kali kami berpapasan dengan orang orang Baduy, yang membawa durian dengan pikulan. Kami melintasi dusun kaduk ketuk, balimbing, dan cimarenggo. Menyeberangi jembatan Gazebo, yang dibangun dengan konstruksi tanpa paku, hanya menggunakan bambu dan tali ijuk. Terbentang diantara dua pohon angsana. Terkesan rapuh tetapi sesungguhnya sangat kokoh, konon cukup kuat menampung 20 orang sekaligus. Kami juga sempatkan main ke kali ciujung, menyaksikan riangnya anak anak baduy bermain air sungai yang lagi surut. Surutnya sungai menyebabkan hamparan batu kali didasar sungai menjadi sajian pemandangan yang keren. Kami juga mendapati lokasi sekumpulan lumbung padi dengan dua macam design, design Baduy Dalam dan design Baduy Luar. Diskripsi design tersebut sebagaimana yang telah digambarkan pada tulisan hasil kunjungan sebelumnya. Herman menjelaskan kenapa lokasi lumbung terpisah dengan lokasi pemukiman, ternyata dimaksudkan jika terjadi sesuatu dilokasi pemukiman seperti misalnya bencana, maka lumbung tetap aman. Penjelasan yang logis dan visioner.
Jembatan Gazebo
Jembatan Gazebo

Malam yang tenang
Relax, sambil ngupi, ditemani berbagai suara binatang malam, berselimut udara yang sejuk, tak ada nyamuk…. Alangkah nikmatnya… Beginilah suasana malam itu duduk diteras rumah Herman. Kami diskusi banyak hal… Sayang sekali langit sedang mendung, sehingga aku tidak bisa memamerkan bintang yang berdesak desakan dilangit Baduy. Saking bersihnya udara Baduy, jika langit cerah, kita bisa menyaksikan rapatnya bintang-bintang dilangit, kearah langit manapun mata memandang, hamparan bintang memenuhinya. Bintang yang gemerlap itu seolah berdesak-desakan berebut memamerkan keindahannya pada kita.

Kopi pagi + Durian Baduy
Sarapan Durian
Pagi, seperti pagi pagi yang lain, segelas kopi adalah hidangan wajib, tapi pagi itu kami mengawalinya dengan agak unik, durian menjadi menu sarapan kami, ini adalah hari-hari yang luar biasa, siang, malam, dan pagi, kami selalu menyantap durian hasil panen alam Baduy. Pagi itu kami nikmati dengan duduk-duduk diteras rumah Dani, menyaksikan orang-orang berlalu lalang menjalani rutinitas kehidupan hari itu. Sampai aku tertarik pada suara-suara alunan alat music khas Sunda

Komunitas Iket Sunda (KIS)
Kami mendatangi asal arah suara itu, ternyata ada sekumpulan laki-laki yang sedang memainkan alat music yang terbuat dari bambu seperti kentongan. Ada pula alat music kecil juga terbuat dari bambu, diletakkan di mulut dan digetarkan didekat bibir, suara getar itu menghasilkan nada-nada yang khas. Mereka mengenakan pakaian hitam-hitam khas Sunda, dengan iket kepalanya. Salah seorang dari mereka mendatangiku, dengan ramah menjelaskan bahwa mereka dari Komunitas Iket Sunda, beranggotan masyarakat sunda dari berbagai lapisan dan dari berbagai daerah, termasuk ada yang berasal dari Pamulang, daerah tempat tinggal saya. Mereka terpanggil untuk melestarikan budaya Sunda. Aktifitas mereka salah satunya adalah mensosialisasikan music Karinding, dengan alat music yang dinamai celempung. Mereka sedang memainkannya sekarang. Mereka ajarkan kepada generasi muda Baduy, mengajak anak muda Baduy untuk sama-sama memainkannya.
Ternyata para tetua Badui masih inget, dulu mereka memainkan alat music ini, tetapi generasi berikutnya lupa untuk memainkannya, sehingga generasi muda baduy yang sekarang sampai sampai tidak tahu, bahwa celempung adalah alat music mereka.

Komunitas Iket Sunda, sedang memainkan Celempung

KIS telah melakukan hal yang mulia, melakukan sosialisasi dengan mengajak para generasi muda Baduy untuk sama sama memainkan celempung. Mereka berada di Baduy untuk beberapa hari dan mengenalkan kembali celempung kepada pemilik aslinya, Baduy…

Hari beranjak siang, kami siap-siap kembali. Siang itu kami makan siang dirumah Herman dengan menu sayur kacang hiris, khas Baduy. Warnanya hitam, rasanya manis, dan teksturnya empuk, tetapi biji kacangnya tetap utuh. Tidak seperti kacang hijau, jika direbus terlalu lama bisa hancur, menu ini adalah salah satu menu utama dan selalu dimasak pada setiap acara adat.

Bambu rambut sadane (bulu perindu)

 Tidak sengaja kami melihat bambu yang diikat di kusen pintu rumah, spontan kami menanyakannya pada Herman, kayu apakah itu ?. Itu adalah  Bambu Rambut Sadane, ujar Herman. Langka, didalam bambu ini ada beberapa rambut yang kedua ujungnya menyatu dengan kedua dinding buku bambunya. Herman memotong ikatannya, dan membawanya turun untuk ditunjukkan kepada kami, dia menjelaskan bahwa kualitas yg terbaik adalah jika ada lima rambut yang menyatu, tetapi jarang sekali ditemui. Inilah bambu yang dimasyarakat umum dikenal sebagai bulu perindu…

Dua hari terlalu singkat, tapi kami harus pulang, sekali lagi dalam hati aku berjanji, aku akan kembali untuk menyelami lebih jauh lagi tentang Baduy, wonderful Baduy….

 



2 comments: