Baduy Luar
March 28, 2015
Ini kunjunganku yang ketiga ke Desa Kanekes. Orang
lebih mengenalnya dengan sebutan Baduy. Kali ini aku hanya berdua dengan teman
sekaligus tetanggaku, sebut saja Om Les. Beliau pemerhati kebudayaan nusantara,
dan memiliki interest yang kuat terhadap sejarah kebudayaan nusantara. Oleh
karena itu beliau begitu bersemangat ketika aku mengajaknya berkunjung ke
kampung Baduy. Kali ini kami tidak merencanakan masuk sampai ke Baduy Dalam,
karena saat ini warga Baduy sedang melaksanakan ritual Kawalu selama 3 bulan. Selama Kawalu, pengunjung dilarang memasuki wilayah Baduy Dalam. Kami datang sesungguhnya
atas undangan kawan Baduy ku, Herman, seorang Baduy asli yang kini tinggal di
Baduy Luar. Musim durian, itulah alasan Herman mengundang kami untuk datang ke
kampung Baduy. Meskipun aku bukan tergolong maniac durian, tapi aku tetap
mengiyakan undangan kali ini, karena kebetulan memang sudah cukup lama aku
tidak berkunjung ke Baduy.
suasana pemukiman Baduy yang tenang |
Berada ditengah-tengah masyarakat Baduy, selalu ada kesan
dan pelajaran baru yang kami dapatkan. Culturenya, wisdomnya, sejarahnya, kesantunan manusianya, pesona alamnya
dan segalanya seputar Baduy. Senang rasanya bisa berbagi pengetahuan tentang
Baduy melalui tulisan yang ringan ini.
Turun dari kereta ekonomi di stasiun Rangkas Bitung, kami
langsung mencari angkutan umum yang
menuju Ciboleger, terminal terakhir
dibatas luar kawasan Baduy. Beruntung ada satu minibus elf yang sedang menunggu
rombongan, yang terdiri dari 5 orang menuju ke Ciboleger. Jadi aku ikut
rombongan ini, menuju ke lokasi yang sama. Kami tiba di Ciboleger tengah hari setelah
menempuh 1,5 jam perjalanan, melintasi jalan yang sudah mulai banyak rusak dan
berlubang. Sedih melihat kenyataan ini, bagaimana mungkin Baduy sebagai kawasan
wisata andalan tidak didukung oleh infrastruktur yang memadai…. Semoga
pemerintah setempat cepat mengatasi keadaan ini.
Melangkah menginjakkan kaki diatas susunan batu kali, yang
tertata rapi menuju pemukiman Baduy, mengingatkan pengalaman pertamaku dulu ketika
menyusuri jalanan ini dengan penuh takjub. Suasana tenang dan bersahaja sekali
lagi menghiasi pikiranku, ini adalah refreshing yang luar biasa.
Kami singgah di sebuah rumah Baduy, dekat dengan rumah Herman. Teras
rumah ini seolah beralih fungsi menjadi lapak, dipenuhi bermacam dagangan ada
makanan ringan, juga produk kerajinan Baduy. Ada juga gula aren dan madu asli
Baduy. Tetapi perhatianku lebih tertuju pada botol yang berisi madu berwarna
hitam, Dani… sang pemilik warung menjelaskan, ini adalah madu murni yang
dicampur dengan ramuan alam, dan memiliki khasiat tambahan untuk meningkatkan
stamina dan ketahanan tubuh. Bagus untuk wanita sehabis melahirkan, wow… Aku baru tahu, aku akan membelinya dan membawanya pulang nanti. Satu lagi pemandangan
yang baru aku jumpai kali ini adalah tumpukan durian, yang banyak dijumpai
disini karena memang lagi musim durian. Yang manarik dari durian Baduy adalah
aromanya tidak merebak kuat, atau menyengat seperti durian Sumatra misalnya. Durian
Baduy manisnya lembut, dagingnya halus, dan ternyata tidak membuat kepala pusing
meskipun mengkonsumsi agak banyak. Yang terakhir ini mungkin karena sugesti.
Selangkar |
Dani juga menjelaskan, bahwa saat ini masyarakat Baduy
sedang menjalankan ritual Kawalu. Yaitu ritual puasa selama 3 bulan, sekitar
February, march dan april. Tetapi tidak berpuasa selama 3 bulan penuh, melainkan
setiap bulan puasanya 1 hari saja, dan selama kawalu dilarang memakan telur.
Legenda
Kawalu
Ada legenda yang menyelimuti ritual Kawalu ini. Konon
dahulu kala, sesungguhnya yang dapat perintah puasa selama 3 bulan itu adalah
nabi Muhammad, namun ummat nya tidak akan mampu dan bisa menyebabkan banyak yang sakit atau meninggal karenanya. Orang baduy menukar perintah puasa tersebut, ummat Muhammad menjalankan 1 bulan
puasa dan Baduy 3 bulan puasa… Barangkali kita akan heran, lalu kenapa
berpuasanya hanya 1 hari saja tiap tiap bulannya, dan tidak 3 bulan penuh ?. Saya coba menganalisa sendiri, jika dilihat dari makna puasa, yang salah satunya
adalah dimaksudkan untuk mengendalikan hawa nafsu, maka sejatinya orang-orang
baduy sepanjang hidupnya selalu mengendalikan hawa nafsu. Hidup masyarakat
Baduy tidak dikendalikan oleh keinginan keinginan (nafsu), melainkan sebatas
memenuhi kebutuhan, jadi logikanya tidaklah diperlukan perintah puasa untuk
melatih mengendalikan hawa nafsu seperti orang kebanyakan…. Masyarakat baduy
hidup sangat bersahaja, dikemurnian alam, hidupnya sungguh murni. Alam telah
menyediakan kebutuhan masyarakat Baduy… ya… Kebutuhan, bukan keinginan. Keinginan
bisa kita baca sebagai syahwat atau nafsu… Jika diturutkan tak akan ada
habisnya. Inilah salah satu kehebatan tata kehidupan masyarakat baduy, yang bagiku
sangat mengagumkan.
Masih banyak lagi kisah tentang kearifan baduy dan
sejarahnya yang masih tersimpan. Sebagian tidak bisa diceritakan ke masyarakat umum,
mungkin khawatir hal ini menimbulkan kegaduhan diantara kita. Mungkin karena
kita tidak akan pernah benar-benar memahami ritual , adat, yang agung yang
mereka miliki dan jalani dari generasi ke generasi.
Oh iya, selama Kawalu orang luar dilarang masuk, dan kami
memang sedari awal berencana menginap di Baduy Luar. Tetapi aku sempet bertemu
dan berbincang dengan beberapa rombongan kecil, yang rencananya mau menginap di
Baduy Dalam. Teman-teman Baduy menyampaikan, yah… kalau hanya satu dua orang
boleh sih, masih ditolerir. Saya pikir ini semata karena keluhuran budi
masyarakat Baduy. Rasanya gak mungkin juga mereka disuruh kembali begitu tiba
dipemukiman Baduy Dalam. Saya tidak pernah membayangkan pribadi pribadi yang
lembut dan baik itu mengusir kita, semestinya kitalah yang menghormati
ketentuan adat setempat.
Sore itu kami sempatkan jalan menuju dusun Gazebo. Sepanjang perjalanan berkali-kali kami berpapasan dengan orang orang Baduy, yang
membawa durian dengan pikulan. Kami melintasi dusun kaduk ketuk, balimbing, dan
cimarenggo. Menyeberangi jembatan Gazebo, yang dibangun dengan konstruksi tanpa
paku, hanya menggunakan bambu dan tali ijuk. Terbentang diantara dua pohon angsana.
Terkesan rapuh tetapi sesungguhnya sangat kokoh, konon cukup kuat menampung 20
orang sekaligus. Kami juga sempatkan main ke kali ciujung, menyaksikan riangnya
anak anak baduy bermain air sungai yang lagi surut. Surutnya sungai menyebabkan hamparan batu kali
didasar sungai menjadi sajian pemandangan yang keren. Kami juga mendapati
lokasi sekumpulan lumbung padi dengan dua macam design, design Baduy Dalam dan
design Baduy Luar. Diskripsi design tersebut sebagaimana yang telah digambarkan
pada tulisan hasil kunjungan sebelumnya. Herman menjelaskan kenapa lokasi
lumbung terpisah dengan lokasi pemukiman, ternyata dimaksudkan jika terjadi
sesuatu dilokasi pemukiman seperti misalnya bencana, maka lumbung tetap aman.
Penjelasan yang logis dan visioner.
Jembatan Gazebo |
Jembatan Gazebo |
Malam
yang tenang
Relax, sambil ngupi, ditemani berbagai suara
binatang malam, berselimut udara yang sejuk, tak ada nyamuk…. Alangkah
nikmatnya… Beginilah suasana malam itu duduk diteras rumah Herman. Kami diskusi
banyak hal… Sayang sekali langit sedang mendung, sehingga aku tidak bisa
memamerkan bintang yang berdesak desakan dilangit Baduy. Saking bersihnya udara
Baduy, jika langit cerah, kita bisa menyaksikan rapatnya bintang-bintang
dilangit, kearah langit manapun mata memandang, hamparan bintang memenuhinya.
Bintang yang gemerlap itu seolah berdesak-desakan berebut memamerkan keindahannya pada
kita.
Kopi pagi + Durian Baduy |
Sarapan
Durian
Pagi, seperti pagi pagi yang lain, segelas kopi adalah
hidangan wajib, tapi pagi itu kami mengawalinya dengan agak unik, durian menjadi
menu sarapan kami, ini adalah hari-hari yang luar biasa, siang, malam, dan pagi,
kami selalu menyantap durian hasil panen alam Baduy. Pagi itu kami nikmati dengan duduk-duduk diteras
rumah Dani, menyaksikan orang-orang berlalu lalang menjalani rutinitas
kehidupan hari itu. Sampai aku tertarik pada suara-suara alunan alat music khas
Sunda
Komunitas
Iket Sunda (KIS)
Kami mendatangi asal arah suara itu, ternyata ada
sekumpulan laki-laki yang sedang memainkan alat music yang terbuat dari bambu
seperti kentongan. Ada pula alat music kecil juga terbuat dari bambu,
diletakkan di mulut dan digetarkan didekat bibir, suara getar itu menghasilkan
nada-nada yang khas. Mereka mengenakan pakaian hitam-hitam khas Sunda, dengan
iket kepalanya. Salah seorang dari mereka mendatangiku, dengan ramah
menjelaskan bahwa mereka dari Komunitas Iket Sunda, beranggotan masyarakat
sunda dari berbagai lapisan dan dari berbagai daerah, termasuk ada yang berasal
dari Pamulang, daerah tempat tinggal saya. Mereka terpanggil untuk melestarikan
budaya Sunda. Aktifitas mereka salah satunya adalah mensosialisasikan music Karinding,
dengan alat music yang dinamai celempung. Mereka sedang memainkannya sekarang. Mereka ajarkan kepada generasi muda Baduy, mengajak anak muda Baduy untuk sama-sama
memainkannya.
Ternyata para tetua Badui masih inget, dulu mereka
memainkan alat music ini, tetapi generasi berikutnya lupa untuk memainkannya,
sehingga generasi muda baduy yang sekarang sampai sampai tidak tahu, bahwa
celempung adalah alat music mereka.
Komunitas Iket Sunda, sedang memainkan Celempung |
KIS telah melakukan hal yang mulia, melakukan sosialisasi
dengan mengajak para generasi muda Baduy untuk sama sama memainkan celempung. Mereka berada di Baduy untuk beberapa hari dan mengenalkan kembali celempung
kepada pemilik aslinya, Baduy…
Hari beranjak siang, kami siap-siap kembali. Siang itu
kami makan siang dirumah Herman dengan menu sayur kacang hiris, khas Baduy. Warnanya
hitam, rasanya manis, dan teksturnya empuk, tetapi biji kacangnya tetap utuh. Tidak seperti kacang hijau, jika direbus terlalu lama bisa hancur, menu ini adalah salah satu menu utama dan selalu dimasak
pada setiap acara adat.
Bambu rambut sadane (bulu perindu) |
Tidak sengaja kami melihat bambu yang diikat di kusen pintu rumah, spontan kami menanyakannya pada Herman, kayu apakah itu ?. Itu adalah Bambu Rambut Sadane, ujar Herman. Langka, didalam bambu ini ada beberapa rambut yang kedua ujungnya menyatu dengan kedua dinding buku bambunya. Herman memotong ikatannya, dan membawanya turun untuk ditunjukkan kepada kami, dia menjelaskan bahwa kualitas yg terbaik adalah jika ada lima rambut yang menyatu, tetapi jarang sekali ditemui. Inilah bambu yang dimasyarakat umum dikenal sebagai bulu perindu…
Dua hari terlalu singkat, tapi kami harus pulang, sekali
lagi dalam hati aku berjanji, aku akan kembali untuk menyelami lebih jauh lagi
tentang Baduy, wonderful Baduy….
wawwww keren-keren tenan mas....
ReplyDeleteSuwun Suryaman, ayo mrono tak terno
ReplyDelete