Thursday, April 9, 2015

Lintas Manado (Part 2)



Makam Tuanku Imam Bonjol
13 October 2013

PETO SYARIF, adakah yang mengenal nama ini ?
Dialah Tuanku Imam Bonjol, Pahlawan nasional asal  Sumatera Barat. 

Komplek Makam Tuanku Imam Bonjol

Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin, bergelar Tuanku Imam Bonjol. Lahir tahun 1774 di Tanjung Bungo / Bonjol, Sumatera Barat. Wafat tanggal 6 November 1854 di Lotta, Minahasa, dalam pengasingan pemerintah colonial Belanda karena berperang menentang penjajahan untuk kemerdekaan tanah air, bangsa dan negara.

Makam Tuanku Imam Bonjol, dan diorama disebelahnya

Begitulah yang tertulis pada prasasti di Makam Imam Bonjol yang berada di tepi sungai Lotta, di Desa Lotta, Minahasa. Aku sejujurnya tidak tahu atau lupa, bahwa pahlawan nasional yang terkenal dengan perang padri ini, dimakamkan di Minahasa. Aku menemukan makam Tuanku Imam Bonjol secara tidak sengaja, pada perjalanan dari Manado menuju danau Tondano.

Gapura dan penunjuk arah Cagar Budaya Makam Tuanku Imam Bonjol

Disebuah tikungan di daerah Minahasa, aku melihat ada sebuah gapura disebelah kiri jalan, dengan arsitektur bergaya khas Sumatera Barat, dan terdapat tulisan berhuruf arab pada dindingnya. Spontan aku bertanya pada kawanku “Golmen” yang asli Manado, “apaan tuh tadi, kok ada tulisan arabnya ?”. Aku bertanya begini karena bagiku, ini pemandangan aneh, ada sebuah gapura diujung jalan, berasitektur padang, bertuliskan arab, ditengah-tengah lingkungan yang mayoritas Nasrani. Itu makam Imam Bonjol kata Golmen. Spontan aku minta Golmen memutar mobilnya, kembali ke gapura tadi.

Patung Tuanku Imam Bonjol

Aku baru menyadari, ternyata ada rambu penunjuk jalan beberapa meter sebelum tikungan, yang menunjukkan persimpangan kearah Makam Imam Bonjol ke kiri, Tomohon ke kanan. Tak jauh dari rambu itu, disebelah kiri gapura ada patung manusia, seukuran laki-laki dewasa, berwarna putih, bersorban, dan berjubah. Inilah Imam Bonjol, kata Golmen. Aku turun dan mulai memotret, aku masih takjub sambil memandangi patung itu, ternyata Imam Bonjol dimakamkan disini. Pikiranku mulai meraih-raih memori yang tersimpan semasa sekolah dulu… gagal… tak ada sedikitpun cerita tersimpan dikepala, bahwa disinilah Imam Bonjol dimakamkan.

Bang, kita kedalam, masih 3 km lagi, disana makamnya
Hayuk..hayuk… aku menjawab setengah kaget, ajakannya membuyarkan lamunanku.

Rumah panggung, khas Minahasa

Kendaraan kami menuju kedalam, melaju pelan diatas aspal yang agak kasar namun masih terawat. Jalannya tidak terlalu lebar, tapi cukup untuk dua kendaraan berpapasan. Beberapa Geraja kami lewati, disebelah kiri dan kanan jalan. Sebagian besar bangunan rumah yang ada dikiri kanan jalan masih berbentuk rumah panggung, dengan halaman yang luas, dan rindang. Jarak antar rumah tidak terlalu berdekatan, suasananya kental pedesaan, asri, dan tenang. Dari bentuk rumah dan Gereja, serta mobil yang terparkir dihalaman rumah, menandakan bahwa masyarakat disini kehidupannya cukup makmur. Sepanjang perjalanan menuju ke dalam, aku melihat laki-laki, perempuan, tua, muda, dengan dandanan yang rapi, mengendarai motor, atau berjalan kaki dengan memegang kitab. Mereka sedang menuju gereja untuk beribadah, misa berlangsung beberapa kali sepanjang hari minggu itu kata Golmen. Nuansanya seperti kampung santri di tanah Jawa, religious sekali.

Masjid Tuanku Imam Bonjol

Kami berhenti didepan sebuah Masjid disebelah kanan jalan, bercat hijau, berukuran sedang, bersih terawat, persis diseberang jalan, dilahan yang jauh lebih luas, disitulah Makam Tuanku Imam Bonjol berada. Bangunan bergaya rumah Gadang ini terletak agak jauh kedalam, sementara halamannya tertata rapid an bersih. Lahan parkir juga luas.

Makam Tuanku Imam Bonjol

Assalamualaika ya ahli kubur… Tuanku Imam Bonjol. Lirih aku berucap salam, sambil memasuki komplek bangunan makam.  Bangunan berbentuk persegi ini berlantai dan berdinding keramik, terdapat pintu berteralis besi di keempat sisinya. Ada diorama bergambar Tuanku Imam Bonjol, bersorban dan berjubah serba putih, mengendarai kuda putih, sambil tangan kanannya mengacungkan pedang. Dikelilingi pengikutnya, dan sebuah bendera merah putih berkibar, dengan latar belakang hutan dan gunung. Menggambarkan berkobarnya semangat perjuangan kala itu.

Diorama Tuanku Imam Bonjol

Bang, dibelakang ada mushollah kecil, tempat dulu Imam Bonjol sholat. Golmen kembali meng-guide aku. OK, kita kebelakang kataku. Kami berjalan kebelakang, aku tidak melihat ada bangunan disitu. Golmen berjalan didepan, terus menuju kebawah, menuruni tangga yang curam, ternyata dibawah sana adalah sungai berarus deras, banyak batu-batu besar. Tangga dari semen ini menuju ke sebuah bangunan kecil dengan kubah berlafal Allah sebagai penanda bahwa ini adalah Mushollah. Berdiri persis di tepi sungai.

Mushollah, batu utk sholat Imam Bonjol ada didalamnya

Aku melepas alas kaki dan memasuki Mushollah, ruangannya terbagi dua, sebuah ruangan berukuran sekitar 4 kali 3 meter persegi, berlantai keramik, dan disebelah kirinya satu lagi ruangan berukuran lebih kecil, lantainya lebih rendah dan terdapat pancuran untuk berwudhu, serta sebuah batu besar, dengan permukaan yang datar, membujur dengan arah timur barat. Disitulah dulu, 200 tahun yang lalu, Imam Bonjol menghabiskan sebagian besar waktunya untuk sholat dan bertafakkur. Luar biasa… Aku mengambil air wudhu di pancuran, lalu sholat dua rokaat diatas batu, tempat Tuanku Imam Bonjol dulu sholat. Selesai sholat aku bacakan Al-Fatihah dan berdoa untuk Tuanku Imam Bonjol. Semoga Allah memuliakan beliau di alam ahirat, dan kita manusia sesudahnya bisa mengambil pelajaran yang baik dari kisah perjuangannya. Aamiin.

Dibatu ini Tuanku Imam Bonjol sholat selama pengasingannya

Aku sungguh kagum pada kekuatan pribadinya. Bagaimana tidak, saat ini, 200 tahun setelah masa pembuangan Imam Bonjol, daerah ini masih termasuk sepi dan dikelilingi hutan. Bagaimana pula keadaan di sini 200 tahun yang lalu ?, tentu masih berupa hutan lebat yang tidak berpenghuni. Imam Bonjol menghabiskan waktunya, disini untuk beribadah, sampai ajal menjemputnya di usia 80 tahun. Golmen menuturkan bahwa Imam Bonjol, selama pembuangannya ditemani oleh seorang pengawalnya yang setia, makamnya ada disebelah kompleks makam Tuanku Imam Bonjol.

Sungai Lotta

Aku membaca sebuah tulisan tangan diatas kertas karton, disertai foto-foto, ditempel di dinding Mushollah. Sebagian besar foto-foto itu sudah tidak terlihat lagi gambarnya, pudar karena kena air. Tulisan dengan huruf capital tanpa titik koma ini oleh seseorang yang bernama Nurdin Popa, yang membangun dan merawat bangunan.



     Bismillahirrahmaanirrohiim

Torang samua basudara, saudara seiman dan saudara sebangsa TUANKU IMAM BONJOL  /  PETO SYARIF IBNU PANDITO BAYANUDIN adalah seorang ulama selain beliau diakui sebagai pahlawan yang berjuang memerdekakan bangsanya dari penjajahan. Jadi secara khusus beliau adalah milik umat islam dan secara umum beliau juga milik bangsa Indonesia yang ikut merangkai sejarah perjuangan bangsa ini diantara sekian perjuangan beliau dalam perjuangan setelah pergolakan fisik yang dilaluinya adalah ketika beliau diasingkan hanya berdua dengan seorang pengawal hingga akhir hayatnya dan beliau tetap berjuang walau hanya tinggal sendiri maka disinilah beliau memilih satu tempat untuk perjuangan terakhirnya dengan selalu bermunajat kepada ALLAH diatas sebuah batu yang terletak ditengah-tengah sungai di lotta wilayah minahasa dan pada tanggal 13-2-2006 selesai sholat maghrib batu tempat sholat ini dihantam banjir sampai ke pinggir sungai dan sempat menabrak bangunan miras yang ada dihadapan batu ini pada tanggal 20-2-2006 kami tarik ketempat ini dan sekarang semua tinggal sejarah dan satu-satunya warisan yang berharga adalah sebongkah batu yang telah memberi arti besar bagi yang memahaminya untuk mengenangkan perjuangan beliau dan untuk menjaga nilai-nilai leluhur yang telah beliau ajarkan maka kita sebagai generasi penerus sudah selayaknya merawat apa yang beliau tinggalkan dan demi maksud tersebut diatas mengingat lokasinya sangat membutuhkan perhatian kami atas nama umat yang peduli menghimbau bagi siapa saja yang ingin berperan mengambil kesempatan untuk beribadah secara ikhlas ridho karena ALLAH SWT demi melestarikan nilai-nilai leluhur perjuangan seorang ulama dan suhadak ini.

Semoga hanya ALLAH mengetahui dan yang menghitung AMAL IBADAH kita AMIN.

Bangunan ini dapat dibangun hanya partisipasi para pengunjung BATU tempat sholat Tuanku Imam Bonjol

Begitulah bunyi tulisan itu.

Sementara komplek makam Tuanku Imam Bonjol, pernah dipugar dan terdapat pula prasasti pemugaran tahun 1992. Melalui partisipasi 11 perusahaan di Sulawesi Utara, dan pemda Sumatera Barat. Pemugaran yang dikoordinir oleh Freddy T. Rorimpandey ini diresmikan oleh Gubernur Sulawesi Utara saat itu C.J. Rantung.

Ini adalah rejeki bagiku, bisa bersilaturrahim ke Tuanku Imam Bonjol. Aku berterimakasih pada Golmen, Ia begitu fasih dan detail menjelaskan seluk beluk Makam Tuanku Imam Bonjol. Aku bangga pada Masyarakat Minahasa, mereka begitu religious dan toleran, serta tulus menunjukkan penghormatan dan penghargaan kepada ulama dan pahlawan dengan cara turut berpartisipasi membangun Komplek Makam Tuanku Imam Bonjol, meskipun beda keyakinan. Inilah Bhineka Tunggal Ika, inilah Indonesia. Seandainya seluruh bangsa ini berjiwa seperti ini, damailah Indonesiaku…

Aku rasa sudah cukup lama berada disini, meng eksplore komplek Makam Tuanku Imam Bonjol. Kami meninggalkan Lotte, melanjutkan perjalanan menuju Danau Tondano tujuan awalku.

Lanjut ke Lintas Manado (Part 2)

No comments:

Post a Comment