Memenuhi Janji, Kembali ke Baduy
September 8, 2013
bagian 1
Sekali lagi aku mengunjungi Baduy Dalam, seperti janjiku
dulu ketika pertama kali mengunjunginya. Masih sangat banyak hal yang ingin aku
pelajari dari kemurnian alamnya, wisdom masyarakatnya, serta hal hal yang mengitarinya.
Mengunjungi Desa Kanekes tempat dimana masyarakat Baduy tinggal adalah hal yang
sangat menakjubkan. Semakin lama kita berinteraksi dengan masyarakat Baduy,
semakin banyak hal-hal yang ingin aku ketahui. Bagiku ini seperti magnit yang
menarik-narik pikiranku untuk terus memikirkannya.
|
Alam Baduy |
Perjalananku kali ini mengambil rute yang sama persis
ketika aku mengunjunginya dulu. Turun dari kereta di stasiun Rangkas, langsung
dilanjut dengan menggunakan angkutan umum menuju Ciboleger. Dan disana teman
Baduy ku “Herman” sudah menunggu untuk menemani kami menelusuri perkampungan
Baduy dan hutan-hutannya hingga sampai di Cibeo. Tempat dimana Herman dan
seluruh anggota masyarakat Baduy Dalam tinggal. Kami hanya berempat, bersama
Puji, April dan Aan. Kami menyempatkan makan siang dulu dan sholat di Ciboleger.
|
Papan larangan yg harus ditaati, di gerbang Baduy Luar |
Sebelum memasuki kawasan hutan Baduy, kami menyempatkan
membaca papan pengumuman atau peringatan tentang ketentuan adat yang berisi
larangan bagi siapapun yang memasuki kawasan ini. Yang menarik adalah yang
terpampang itu hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak larangan sebagai
bagian dari adat masyarakat Baduy. Aan dan Puji harus membacanya karena mereka
baru pertama kali datang kesini. Lalu kami berempat melanjutkan perjalanan, ditemani herman dan anaknya
“Asda” yang masih kecil, serta satu teman Baduy lagi yaitu Naldi. Bertujuh kami
mulai berjalan kaki memasuki kawasan masyarakat Baduy. Seperti biasa ketiga
rekan Baduy ku berjalan dengan pakaian mereka yang khas serta tanpa alas
kaki. Itu sudah menjadi bagian dari adat mereka yang teguh dipegang dan
dilaksanakan dengan ringan hati.
|
Suasana jalan, dilingkungan Baduy Luar |
Kami memasuki dusun Balimbing dengan nafas sudah mulai
memburu dan keringat mengucur. Terus berjalan, dalam diam. Hembusan nafas tersengal dan sepatu beradu dengan tanah, itulah suara yang kami hasilkan. Aan dan Puji bertanya, akan ada berapa dusun
lagi kita lewati ?. Kang Herman menjelaskan, masih ada 4 dusun lagi di depan
yang terpisah oleh hutan dan kita akan naik turun melewati gunung atau bukit
serta ladang atau hutan yang sepi. Kita juga akan menyeberangi beberapa sungai sedang
dan kecil. Dusun-dusun yang akan kita lalui yaitu dusun Merengo, Gajeboh, Cicakal, lalu Cipaler. Setelah ini baru
akan memasuki dusun Cibeo, tujuan akhir kami. Mereka diam, lalu duduk di teras
salah satu rumah Baduy, mengeluarkan botol air minum dan meneguknya. Kami
istirahat, dan aku sempatkan memotret fondasi atua tepatnya kaki rumah Baduy. Aku perhatikan bagaimana konstruksinya, bahannya, dan betapa sederhana rumah ini dibuat. Kaki-kaki rumah
yang terbuat dari kayu hanya diletakkan begitu saja diatas tanah yang dilandasi
oleh batu kali, sekedar agar rata dan membatasinya dengan tanah, agar terhindar dari rayap. Tanpa harus
menggali dan tanpa menggunakan semen.
|
Fondasi rumah panggung, Baduy Luar |
|
Fondasi Lumbung, Baduy Luar |
|
Saluran air dari Bambu, Baduy Luar |
Kami melanjutkan perjalanan melewati jalan-jalan
didusun, diantara rumah-rumah Baduy. Jalan ini adalah tanah yang diratakan dan
dilapisi batu kali dalam ukuran yang cukup dan disusun dengan rapi, sehingga
nyaman dilewatinya. Ada hal yang menarik, ada bambu yang sangat panjang
melintangi jalan. Aku lihat air mengalir didalamnya, persis yang melintang
diatas jalan bambunya masih bulat hanya ada beberapa lubang berbentuk persegi dibagian atasnya. Sementara yang tidak
melintang, bambu itu dibelah jadi dua. Entah dari mana asal air ini, yang jelas
dialirkan untuk keperluan penduduk dusun Balimbing.
Selang beberapa lama, kami kaget ketika melihat sungai
yang dibendung utk mencegat potongan-potongan kayu dalam ukuran sedang. Spotan
teman-teman berkomentar wah ada pembalakan. Herman segera menjelaskan, itu
adalah kayu sengon dari ladang-ladang masyarakat Baduy luar, yang dijual oleh
pemiliknya untuk keperluan industry pengolahan kayu. Jadi ini bukan pembalakan,
akupun percaya, karena pasti penebangan pohon ini melewati perijinan yang tidak
gampang, apalagi jika dikaitkan dengan ketentuan adat yang ketat. Jika hal ini
tidak memenuhi ketentuan adat, tentu tidak akan terjadi pertunjukan terbuka
ini. Pohon-pohon sengon ini mungkin sudah waktunya dipanen, untuk diganti
dengan bibit-bibit yang baru, untuk dipanen beberapa tahun ke depan, begitu
seterusnya. Barangkali ini memang mata pencaharian masyarakat Baduy luar. Kayu
sengon ini ditebang dari ladang-ladang yang posisinya di hulu sungai, lalu di
gelindingkan ke sungai dan dibiarkan terbawa arus hingga tiba disini.
|
Panen kayu sengon, dialirkan lewat sungai |
|
Hasil panen kayu sengon, Baduy Luar |
|
Panen kayu sengon, Baduy Luar |
Perjalanan berlanjut, kami terhantar tiba di jembatan
bambu pertama, nanti ada jembatan bambu lagi setelah dusun Cipaler. Bambu
adalah komponen penting bagi masyarakat Baduy. Sebagian besar keperluan rumah
dan perabotan terbuat dari bambu. Lantai rumah, dinding rumah, alat untuk
mengambil air, gelas, dll. semua terbuat dari bambu.
|
Jembatan Bambu, Gazebo |
|
Bambu Petung, Baduy Luar |
Aku tersenyum melihat Puji berjalan bergandengan akrab
dengan si kecil, Asda. Seperti kakak adik, entah mereka bicara apa,
sebab yang aku tahu Asda hanya bisa bicara bahasa Sunda. Kami terus melangkah
menikmati indahnya alam Baduy. Menyebrangi sungai, melintasi jalan setapak diantara
semak dan pohon-pohon, menanjak, lalu turun, dijalanan tanah maupun batu, keluar masuk perkampungan Baduy. menyenangkan dan menyehatkan
|
Puji dan anak Baduy Dalam |
|
Alam Baduy |
Disatu kesempatan, aku menemukan dua buah lumbung dengan
design yang berbeda. Satu lumbung dengan design khas Baduy luar, yaitu sebuah
bangunan yang terbuat dari kayu dan berdinding anyaman bambu. Berbentuk persegi
panjang, luasan dasar dan atapnya sama. Dasar lumbungberjarak antara 20 – 50 cm dari
tanah. Sementara lumbung disebelahnya jauh lebih tinggi dari permukaan tanah,
dan terdapat piringan yg terbuat dari kayu persis dibawah dasar lumbung. Fungsi piringan itu konon mencegah tikus naik keatas. Bagian atas lumbung Baduy
Dalam lebih besar dari bagian bawahnya, seperti nampak pada foto berikut ini. Beruntung sekali aku menemukan 2 lumbung ini berdampingan. Karena di Baduy
dalam kita dilarang memotret, jadi selama ini aku hanya bisa mendiskripsikan
tanpa bisa menunjukkan fotonya. Barangkali ini satu-satunya prototype lumbung
Baduy Dalam yang terdapat diluar kawasan Baduy Dalam.
|
Design Lumbung Baduy Luar dan Baduy Dalam |
Lanjut ke Wonderful Baduy (Part 4)
Cerita ini juga dimuat di http://www.khatulistiwa.info/2013/09/kembali-ke-baduy.html
No comments:
Post a Comment