Monday, April 6, 2015

Wonderful Baduy (Part 3)


Memenuhi Janji, Kembali ke Baduy
September 8, 2013


bagian 1
Sekali lagi aku mengunjungi Baduy Dalam, seperti janjiku dulu ketika pertama kali mengunjunginya. Masih sangat banyak hal yang ingin aku pelajari dari kemurnian alamnya, wisdom masyarakatnya, serta hal hal yang mengitarinya. Mengunjungi Desa Kanekes tempat dimana masyarakat Baduy tinggal adalah hal yang sangat menakjubkan. Semakin lama kita berinteraksi dengan masyarakat Baduy, semakin banyak hal-hal yang ingin aku ketahui. Bagiku ini seperti magnit yang menarik-narik pikiranku untuk terus memikirkannya.

Alam Baduy
Perjalananku kali ini mengambil rute yang sama persis ketika aku mengunjunginya dulu. Turun dari kereta di stasiun Rangkas, langsung dilanjut dengan menggunakan angkutan umum menuju Ciboleger. Dan disana teman Baduy ku “Herman” sudah menunggu untuk menemani kami menelusuri perkampungan Baduy dan hutan-hutannya hingga sampai di Cibeo. Tempat dimana Herman dan seluruh anggota masyarakat Baduy Dalam tinggal. Kami hanya berempat, bersama Puji, April dan Aan. Kami menyempatkan makan siang dulu dan sholat di Ciboleger.
Papan larangan yg harus ditaati, di gerbang Baduy Luar

Sebelum memasuki kawasan hutan Baduy, kami menyempatkan membaca papan pengumuman atau peringatan tentang ketentuan adat yang berisi larangan bagi siapapun yang memasuki kawasan ini. Yang menarik adalah yang terpampang itu hanyalah sebagian kecil dari begitu banyak larangan sebagai bagian dari adat masyarakat Baduy. Aan dan Puji harus membacanya karena mereka baru pertama kali datang kesini. Lalu kami berempat melanjutkan perjalanan, ditemani herman dan anaknya “Asda” yang masih kecil, serta satu teman Baduy lagi yaitu Naldi. Bertujuh kami mulai berjalan kaki memasuki kawasan masyarakat Baduy. Seperti biasa ketiga rekan Baduy ku berjalan dengan pakaian mereka yang khas serta tanpa alas kaki. Itu sudah menjadi bagian dari adat mereka yang teguh dipegang dan dilaksanakan dengan ringan hati.
Suasana jalan, dilingkungan Baduy Luar

Kami memasuki dusun Balimbing dengan nafas sudah mulai memburu dan keringat mengucur. Terus berjalan, dalam diam. Hembusan nafas tersengal dan sepatu beradu dengan tanah, itulah suara yang kami hasilkan. Aan dan Puji bertanya, akan ada berapa dusun lagi kita lewati ?. Kang Herman menjelaskan, masih ada 4 dusun lagi di depan yang terpisah oleh hutan dan kita akan naik turun melewati gunung atau bukit serta ladang atau hutan yang sepi. Kita juga akan menyeberangi beberapa sungai sedang dan kecil. Dusun-dusun yang akan kita lalui yaitu dusun Merengo, Gajeboh, Cicakal, lalu Cipaler. Setelah ini baru akan memasuki dusun Cibeo, tujuan akhir kami. Mereka diam, lalu duduk di teras salah satu rumah Baduy, mengeluarkan botol air minum dan meneguknya. Kami istirahat, dan aku sempatkan memotret fondasi atua tepatnya kaki rumah Baduy. Aku perhatikan bagaimana konstruksinya, bahannya, dan betapa sederhana rumah ini dibuat. Kaki-kaki rumah yang terbuat dari kayu hanya diletakkan begitu saja diatas tanah yang dilandasi oleh batu kali, sekedar agar rata dan membatasinya dengan tanah, agar terhindar dari rayap. Tanpa harus menggali dan tanpa menggunakan semen.

Fondasi rumah panggung, Baduy Luar

Fondasi Lumbung, Baduy Luar

Saluran air dari Bambu, Baduy Luar

Kami melanjutkan perjalanan melewati jalan-jalan didusun, diantara rumah-rumah Baduy. Jalan ini adalah tanah yang diratakan dan dilapisi batu kali dalam ukuran yang cukup dan disusun dengan rapi, sehingga nyaman dilewatinya. Ada hal yang menarik, ada bambu yang sangat panjang melintangi jalan. Aku lihat air mengalir didalamnya, persis yang melintang diatas jalan bambunya masih bulat hanya ada beberapa lubang berbentuk  persegi dibagian atasnya. Sementara yang tidak melintang, bambu itu dibelah jadi dua. Entah dari mana asal air ini, yang jelas dialirkan untuk keperluan penduduk dusun Balimbing.

Selang beberapa lama, kami kaget ketika melihat sungai yang dibendung utk mencegat potongan-potongan kayu dalam ukuran sedang. Spotan teman-teman berkomentar wah ada pembalakan. Herman segera menjelaskan, itu adalah kayu sengon dari ladang-ladang masyarakat Baduy luar, yang dijual oleh pemiliknya untuk keperluan industry pengolahan kayu. Jadi ini bukan pembalakan, akupun percaya, karena pasti penebangan pohon ini melewati perijinan yang tidak gampang, apalagi jika dikaitkan dengan ketentuan adat yang ketat. Jika hal ini tidak memenuhi ketentuan adat, tentu tidak akan terjadi pertunjukan terbuka ini. Pohon-pohon sengon ini mungkin sudah waktunya dipanen, untuk diganti dengan bibit-bibit yang baru, untuk dipanen beberapa tahun ke depan, begitu seterusnya. Barangkali ini memang mata pencaharian masyarakat Baduy luar. Kayu sengon ini ditebang dari ladang-ladang yang posisinya di hulu sungai, lalu di gelindingkan ke sungai dan dibiarkan terbawa arus hingga tiba disini.
Panen kayu sengon, dialirkan lewat sungai

Hasil panen kayu sengon, Baduy Luar

Panen kayu sengon, Baduy Luar
Perjalanan berlanjut, kami terhantar tiba di jembatan bambu pertama, nanti ada jembatan bambu lagi setelah dusun Cipaler. Bambu adalah komponen penting bagi masyarakat Baduy. Sebagian besar keperluan rumah dan perabotan terbuat dari bambu. Lantai rumah, dinding rumah, alat untuk mengambil air, gelas, dll. semua terbuat dari bambu.
Jembatan Bambu, Gazebo

Bambu Petung, Baduy Luar

Aku tersenyum melihat Puji berjalan bergandengan akrab dengan si kecil, Asda. Seperti kakak adik, entah mereka bicara apa, sebab yang aku tahu Asda hanya bisa bicara bahasa Sunda. Kami terus melangkah menikmati indahnya alam Baduy. Menyebrangi sungai, melintasi jalan setapak diantara semak dan pohon-pohon, menanjak, lalu turun, dijalanan tanah maupun batu, keluar masuk perkampungan Baduy. menyenangkan dan menyehatkan

Puji dan anak Baduy Dalam

Alam Baduy

Disatu kesempatan, aku menemukan dua buah lumbung dengan design yang berbeda. Satu lumbung dengan design khas Baduy luar, yaitu sebuah bangunan yang terbuat dari kayu dan berdinding anyaman bambu. Berbentuk persegi panjang, luasan dasar dan atapnya sama. Dasar lumbungberjarak antara 20 – 50 cm dari tanah. Sementara lumbung disebelahnya jauh lebih tinggi dari permukaan tanah, dan terdapat piringan yg terbuat dari kayu persis dibawah dasar lumbung. Fungsi piringan itu konon mencegah tikus naik keatas. Bagian atas lumbung Baduy Dalam lebih besar dari bagian bawahnya, seperti nampak pada foto berikut ini. Beruntung sekali aku menemukan 2 lumbung ini berdampingan. Karena di Baduy dalam kita dilarang memotret, jadi selama ini aku hanya bisa mendiskripsikan tanpa bisa menunjukkan fotonya. Barangkali ini satu-satunya prototype lumbung Baduy Dalam yang terdapat diluar kawasan Baduy Dalam.
 
Design Lumbung Baduy Luar dan Baduy Dalam

Lanjut ke Wonderful Baduy (Part 4)
Cerita ini juga dimuat di http://www.khatulistiwa.info/2013/09/kembali-ke-baduy.html

No comments:

Post a Comment