Makam Tuanku
Imam Bonjol
13
October 2013
PETO
SYARIF, adakah yang mengenal nama ini ?
Dialah
Tuanku Imam Bonjol, Pahlawan nasional asal
Sumatera Barat.
Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin,
bergelar Tuanku Imam Bonjol. Lahir tahun 1774 di Tanjung Bungo / Bonjol,
Sumatera Barat. Wafat tanggal 6 November 1854 di Lotta, Minahasa, dalam
pengasingan pemerintah colonial Belanda karena berperang menentang penjajahan
untuk kemerdekaan tanah air, bangsa dan negara.
Begitulah
yang tertulis pada prasasti di Makam Imam Bonjol yang berada di tepi sungai
Lotta, di Desa Lotta, Minahasa. Aku sejujurnya tidak tahu atau lupa, bahwa
pahlawan nasional yang terkenal dengan perang padri ini, dimakamkan di
Minahasa. Aku menemukan makam Tuanku Imam Bonjol secara tidak sengaja, pada
perjalanan dari Manado menuju danau Tondano.
Disebuah
tikungan di daerah Minahasa, aku melihat ada sebuah gapura disebelah kiri
jalan, dengan arsitektur bergaya khas Sumatera Barat, dan terdapat tulisan
berhuruf arab pada dindingnya. Spontan aku bertanya pada kawanku “Golmen” yang
asli Manado, “apaan tuh tadi, kok ada tulisan arabnya ?”. Aku bertanya begini
karena bagiku, ini pemandangan aneh, ada sebuah gapura diujung jalan,
berasitektur padang, bertuliskan arab, ditengah-tengah lingkungan yang
mayoritas Nasrani. Itu makam Imam Bonjol kata Golmen. Spontan aku minta Golmen
memutar mobilnya, kembali ke gapura tadi.
Aku
baru menyadari, ternyata ada rambu penunjuk jalan beberapa meter sebelum
tikungan, yang menunjukkan persimpangan kearah Makam Imam Bonjol ke kiri,
Tomohon ke kanan. Tak jauh dari rambu itu, disebelah kiri gapura ada patung
manusia, seukuran laki-laki dewasa, berwarna putih, bersorban, dan berjubah.
Inilah Imam Bonjol, kata Golmen. Aku turun dan mulai memotret, aku masih takjub
sambil memandangi patung itu, ternyata Imam Bonjol dimakamkan disini. Pikiranku
mulai meraih-raih memori yang tersimpan semasa sekolah dulu… gagal… tak ada
sedikitpun cerita tersimpan dikepala, bahwa disinilah Imam Bonjol dimakamkan.
Bang,
kita kedalam, masih 3 km lagi, disana makamnya
Hayuk..hayuk…
aku menjawab setengah kaget, ajakannya membuyarkan lamunanku.
Kendaraan
kami menuju kedalam, melaju pelan diatas aspal yang agak kasar namun masih
terawat. Jalannya tidak terlalu lebar, tapi cukup untuk dua kendaraan
berpapasan. Beberapa Geraja kami lewati, disebelah kiri dan kanan jalan.
Sebagian besar bangunan rumah yang ada dikiri kanan jalan masih berbentuk rumah
panggung, dengan halaman yang luas, dan rindang. Jarak antar rumah tidak
terlalu berdekatan, suasananya kental pedesaan, asri, dan tenang. Dari bentuk
rumah dan Gereja, serta mobil yang terparkir dihalaman rumah, menandakan bahwa
masyarakat disini kehidupannya cukup makmur. Sepanjang perjalanan menuju ke
dalam, aku melihat laki-laki, perempuan, tua, muda, dengan dandanan yang rapi,
mengendarai motor, atau berjalan kaki dengan memegang kitab. Mereka sedang menuju
gereja untuk beribadah, misa berlangsung beberapa kali sepanjang hari minggu
itu kata Golmen. Nuansanya seperti kampung santri di tanah Jawa, religious
sekali.
Kami
berhenti didepan sebuah Masjid disebelah kanan jalan, bercat hijau, berukuran
sedang, bersih terawat, persis diseberang jalan, dilahan yang jauh lebih luas,
disitulah Makam Tuanku Imam Bonjol berada. Bangunan bergaya rumah Gadang ini
terletak agak jauh kedalam, sementara halamannya tertata rapid an bersih. Lahan
parkir juga luas.
Assalamualaika
ya ahli kubur… Tuanku Imam Bonjol. Lirih aku berucap salam, sambil memasuki
komplek bangunan makam. Bangunan
berbentuk persegi ini berlantai dan berdinding keramik, terdapat pintu
berteralis besi di keempat sisinya. Ada diorama bergambar Tuanku Imam Bonjol,
bersorban dan berjubah serba putih, mengendarai kuda putih, sambil tangan
kanannya mengacungkan pedang. Dikelilingi pengikutnya, dan sebuah bendera merah
putih berkibar, dengan latar belakang hutan dan gunung. Menggambarkan
berkobarnya semangat perjuangan kala itu.
Diorama Tuanku Imam Bonjol |
Bang, dibelakang ada mushollah kecil, tempat dulu Imam Bonjol sholat. Golmen kembali meng-guide aku. OK, kita kebelakang kataku. Kami berjalan kebelakang, aku tidak melihat ada bangunan disitu. Golmen berjalan didepan, terus menuju kebawah, menuruni tangga yang curam, ternyata dibawah sana adalah sungai berarus deras, banyak batu-batu besar. Tangga dari semen ini menuju ke sebuah bangunan kecil dengan kubah berlafal Allah sebagai penanda bahwa ini adalah Mushollah. Berdiri persis di tepi sungai.
Aku
melepas alas kaki dan memasuki Mushollah, ruangannya terbagi dua, sebuah
ruangan berukuran sekitar 4 kali 3 meter persegi, berlantai keramik, dan
disebelah kirinya satu lagi ruangan berukuran lebih kecil, lantainya lebih
rendah dan terdapat pancuran untuk berwudhu, serta sebuah batu besar, dengan
permukaan yang datar, membujur dengan arah timur barat. Disitulah dulu, 200
tahun yang lalu, Imam Bonjol menghabiskan sebagian besar waktunya untuk sholat
dan bertafakkur. Luar biasa… Aku mengambil air wudhu di pancuran, lalu sholat
dua rokaat diatas batu, tempat Tuanku Imam Bonjol dulu sholat. Selesai sholat
aku bacakan Al-Fatihah dan berdoa untuk Tuanku Imam Bonjol. Semoga Allah
memuliakan beliau di alam ahirat, dan kita manusia sesudahnya bisa mengambil
pelajaran yang baik dari kisah perjuangannya. Aamiin.
Aku
sungguh kagum pada kekuatan pribadinya. Bagaimana tidak, saat ini, 200 tahun
setelah masa pembuangan Imam Bonjol, daerah ini masih termasuk sepi dan
dikelilingi hutan. Bagaimana pula keadaan di sini 200 tahun yang lalu ?, tentu
masih berupa hutan lebat yang tidak berpenghuni. Imam Bonjol menghabiskan
waktunya, disini untuk beribadah, sampai ajal menjemputnya di usia 80 tahun.
Golmen menuturkan bahwa Imam Bonjol, selama pembuangannya ditemani oleh seorang
pengawalnya yang setia, makamnya ada disebelah kompleks makam Tuanku Imam
Bonjol.
Aku
membaca sebuah tulisan tangan diatas kertas karton, disertai foto-foto,
ditempel di dinding Mushollah. Sebagian besar foto-foto itu sudah tidak
terlihat lagi gambarnya, pudar karena kena air. Tulisan dengan huruf capital
tanpa titik koma ini oleh seseorang yang bernama Nurdin Popa, yang membangun
dan merawat bangunan.
Bismillahirrahmaanirrohiim
Torang samua basudara, saudara seiman
dan saudara sebangsa TUANKU IMAM BONJOL
/ PETO SYARIF IBNU PANDITO
BAYANUDIN adalah seorang ulama selain beliau diakui sebagai pahlawan yang
berjuang memerdekakan bangsanya dari penjajahan. Jadi secara khusus beliau
adalah milik umat islam dan secara umum beliau juga milik bangsa Indonesia yang
ikut merangkai sejarah perjuangan bangsa ini diantara sekian perjuangan beliau
dalam perjuangan setelah pergolakan fisik yang dilaluinya adalah ketika beliau
diasingkan hanya berdua dengan seorang pengawal hingga akhir hayatnya dan
beliau tetap berjuang walau hanya tinggal sendiri maka disinilah beliau memilih
satu tempat untuk perjuangan terakhirnya dengan selalu bermunajat kepada ALLAH
diatas sebuah batu yang terletak ditengah-tengah sungai di lotta wilayah
minahasa dan pada tanggal 13-2-2006 selesai sholat maghrib batu tempat sholat
ini dihantam banjir sampai ke pinggir sungai dan sempat menabrak bangunan miras
yang ada dihadapan batu ini pada tanggal 20-2-2006 kami tarik ketempat ini dan
sekarang semua tinggal sejarah dan satu-satunya warisan yang berharga adalah
sebongkah batu yang telah memberi arti besar bagi yang memahaminya untuk
mengenangkan perjuangan beliau dan untuk menjaga nilai-nilai leluhur yang telah
beliau ajarkan maka kita sebagai generasi penerus sudah selayaknya merawat apa
yang beliau tinggalkan dan demi maksud tersebut diatas mengingat lokasinya
sangat membutuhkan perhatian kami atas nama umat yang peduli menghimbau bagi
siapa saja yang ingin berperan mengambil kesempatan untuk beribadah secara
ikhlas ridho karena ALLAH SWT demi melestarikan nilai-nilai leluhur perjuangan
seorang ulama dan suhadak ini.
Semoga hanya ALLAH mengetahui dan yang
menghitung AMAL IBADAH kita AMIN.
Bangunan ini dapat dibangun hanya
partisipasi para pengunjung BATU tempat sholat Tuanku Imam Bonjol
Begitulah bunyi tulisan
itu.
Sementara komplek makam Tuanku Imam Bonjol,
pernah dipugar dan terdapat pula prasasti pemugaran tahun 1992. Melalui
partisipasi 11 perusahaan di Sulawesi Utara, dan pemda Sumatera Barat.
Pemugaran yang dikoordinir oleh Freddy T. Rorimpandey ini diresmikan oleh
Gubernur Sulawesi Utara saat itu C.J. Rantung.
Ini
adalah rejeki bagiku, bisa bersilaturrahim ke Tuanku Imam Bonjol. Aku
berterimakasih pada Golmen, Ia begitu fasih dan detail menjelaskan seluk beluk
Makam Tuanku Imam Bonjol. Aku bangga pada Masyarakat Minahasa, mereka begitu
religious dan toleran, serta tulus menunjukkan penghormatan dan penghargaan
kepada ulama dan pahlawan dengan cara turut berpartisipasi membangun Komplek
Makam Tuanku Imam Bonjol, meskipun beda keyakinan. Inilah Bhineka Tunggal Ika,
inilah Indonesia. Seandainya seluruh bangsa ini berjiwa seperti ini, damailah
Indonesiaku…
Aku
rasa sudah cukup lama berada disini, meng eksplore komplek Makam Tuanku Imam
Bonjol. Kami meninggalkan Lotte, melanjutkan perjalanan menuju Danau Tondano
tujuan awalku.
Lanjut
ke Lintas Manado (Part 2)