Aku temukan secara tidak
sengaja dalam perjalanan dari Manado menuju ke Danao Tondano. Sekitar 20 km
setelah meninggalkan kota Manado. Terletak disebelah kiri jalan, tepatnya di . JL.
Sunge, No. 57, Kelurahan Kakaskasen II, Kec. Tomohon Utara, Indonesia.
Golmen teman Manadoku
mengatakan, kalo Abang memang hobi foto, Abang harus mampir kesini, gak akan
kecewa katanya. Aku bilang OK, lalu kami belok kekiri masuk kedalam menuju ke
Vihara. Begitu masuk kami disambut jajaran patung-patung disebelah kiri. Dibelakang
patung-patung itu adalah kebun yang luas, seperti tidak berbatas, dan langsung
menghadap ke Gunung Lokon, Indah sekali. Beruntung siang itu hari cerah, Gunung
Lokon setinggi 1580 meter itu terlihat jelas sekali, nampak gagah, tak terlihat
sebagai sebuah gunung berapi aktif yang baru saja meletus.
Patung-patung itu ternyata
masing-masing memliki nama, seperti misalnya patung ini (lihat gambar) Ia
diberi nama Pantha The Elder, Ia digambarkan memiliki pengetahuan tak terbatas,
dipercaya sebagai pangeran dari Kintota, kerajaan kecil di India. Ia adalah
biarawan yang suka sekali semedi atau meditasi. Setelah selesai meditasi Ia
mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan menghembuskan nafas panjang. Sebagai mana
yang ditunjukkan pada sikap patung itu. Karenanya Ia juga disebut sebagai Lohan
tangan terangkat.
Masing-masing patung itu
memiliki ceritanya sendiri-sendiri, aku tidak ingat semua cerita-cerita itu. Diantara
patung-patung itu antara lain Pindola, Nantimitolo, Angida, Asita, Rahula,
Nagasena, Pantha the younger, Bodhidarma, dll. total ada 18 patung, sehingga
mereka disebut sebagai 18 patung lohan pengikut delapan belas jalan Budha.
Komplek Vihara Buddhayana ini
diresmikan penggunaannya pada tanggal 17 Mei 2009 oleh Gubernur Sulawesi Utara,
Drs S.H. Sarundajang. Tercatat pada prasasti berikut ini.
Sebagaimana layaknya klenteng,
bangunan tempat ibadah ini juga memiliki ke-hasan Chinese architecture, didominasi
warna merah cerah, ada kolam dengan patung kura-kura raksasa yang dari mulutnya
setiap beberapa menit menyemburkan air yang menghantam logam berbentuk baling
baling atau kipas angin, yangterletak ditengah-tengah kolam, sementara
diatasnya menempel koin Cina raksasa, tiap-tiap dauana kipas nya memiliki
ketebalan yang berbeda, sehingga ketika air menghantamnya, kipas dan koin itu
berputar, dan mengeluarkan bunyi, karena ketebalannya yang berbeda maka bunyi
yang dihasilkan dari daun kipas itu juga berbeda-beda. Secara keseluruhan
bunyi-bunyi itu meghasilkan alunan music khas. Indah sekali.
Ada juga kuil Kwan Im, kecil
mungil dengan tembok berwarna pink. Juga ada kolam yangdikelilingi Naga. Juga sebuah
Pagoda yang menjadi land mark kuil ini. tinggi menjulang terdiri dari 9
tingkat. Jarang ditemui kuil Budha di Indonesia menggunakan corak Pagoda.
Juga dipelihara seekor Rusa
yang diikat disebuah kebun, Ia termasuk salah satu penghuni kuil ini.
Rusa penghuni Vihara Buddhayana |
Peace… itulah kesan paling
kuat yang aku tangkap di kuil ini, sepi, bersih, taman-tamannya ditata rapih
dan kelihatan sekali dirawat dengan baik, tidak banyak pengunjung, mungkin
karena alrealnya yang cukup luas, dan mungkin juga karena umat Budha memang
minoritas disini. Tidak seperti Masjid di Jawa, atau Gereja di Manado yang
selalu ramai dikunjungi jamaah.
Komplek Vihara Buddhayana ini
bisa menjadi alternative tempat wisata Sulawesi Utara, ia menawarkan suasana
yang berdeda.